Senin, 07 Februari 2011

Menjadi Pengusaha Kecil di Negeri Koruptor

Bukan dalam hitungan waktu yang sebentar menjalani wiraswasta, bukan soal tak ada kemajuan signifikan yang dikeluhkan, tapi lebih pada dukungan pemerintah yang sangat minim terhadap dunia swasta. Paket pinjaman modal "jajanan" ala KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang digulirkan pemerintah untuk usaha mikro pada level penyalur ternyata dibikinkan aturan lokal yang sama sekali tidak ada cerminan keberpihakan pemerintah terhadap usaha mikro tersebut. Meminjam istilah jawa, "sirahe di cul buntute digondeli" (kepala dilepas, ekor dipegangi)

Indonesia Tanah Air Beta, bukanlah negeri miskin, tapi ini adalah negeri kaya raya dengan berbagai sumber pendapatan. Yang menyebabkan miskin adalah mental-mental korupsi yang banyak dimiliki oleh mereka-mereka yang "dipercaya" untuk memegang kendali. Andai saja korupsi hilang dari negeri ini maka akan merubah sesuatu yang tidak berdaya menjadi berdaya.

Pak Pemerintah......
Kami hidup sebagai wiraswata, tak pernah meminta gaji tiap bulan untuk menghidupi diri dan keluarga. Tulang kami banting keringat kami peras mengumpulkan rupiah demi rupiah. Rasanya aku tak memberatkanmu, aku kerja tidak mengenal jam, tanggal merah / tidak merah. Ketika negeri ini kolaps aku tetap bertahan dan kepada kami kau bersandar, begitupun aku tetap bersabar dan berbesar hati.
Dengan begini apakah belum juga menyadarkan hati nuranimu, untuk membimbing tangan-tangan kecil ini???

Wiraswasta rata-rata menjadi pilihan terakhir ketika cita-cita mendapatkan pekerjaan sebagai negeri atau buruh lain tidak kunjung tercapai. Tragis sekali ketika borok negeri ini semakin melebar, korupsi menjadi-jadi kita masih menggantungkan gaji kita pada negara. Yang ada hutang negara akan semakin besar hanya untuk mensubsidi kebutuhan pokok dan gaji pegawai.